Kamis, 20 Oktober 2016

Perbaikan Perdagangan Indonesia Berlanjut, Ruang Bagi Pelonggaran Moneter



PT RIFAN FINANCINDO - Neraca perdagangan Indonesia secara perlahan memperlihatkan indikasi perbaikan.

Data terkini yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin mencatat surplus sebesar 1,21 miliar dollar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 15,73 triliun (asumsi rupiah Rp 13.000 per dollar AS) untuk September.

Hal ini menjadi indikasi awal terjadinya perbaikan perdagangan Indonesia yang diperkirakan masih akan berlanjut hingga sisa akhir tahun ini.

Total ekspor Indonesia pada September mencapai 12,51 miliar dollar AS, turun dibanding Agustus yang mencapai 12,75 miliar dollar AS.

Namun impor pada September turun ke level 11,3 miliar dollar AS dibanding impor pada Agustus yang masih tinggi sebesar 12,4 miliar dollar, penurunan impor menjadi penopang perbaikan neraca perdagangan Indonesia.

"Perbaikan ekspor ditopang oleh kenaikan harga komoditas khususnya kenaikan harga batu bara dan palm oil," kata Ekonom Bahana Securities, Fakhrul Fulvian dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/10/2016).

Menurut Fakhrul, surplus neraca perdagangan Indonesia sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir, meski surplus yang terbesar baru tercatat pada September.

Hal ini memperlihatkan bahwa defisit neraca perdagangan Indonesia yang terburuk sudah terlampaui dan saat ini perdagangan Indonesia memasuki tahapan perbaikan.

"Ini bisa terlihat dari rasio harga barang ekspor terhadap barang impor yang cenderung membaik satu tahun belakangan, didukung oleh penurunan harga barang impor dan kecendrungan perbaikan harga komoditas," ungkap Fakhrul.

Membaiknya neraca perdagangan ini, memberi ruang bagi kebijakan moneter untuk melonggarakan kebijakan suku bunga, ditengah-tengah rendahnya angka inflasi dan penguatan nilai tukar.

Tekanan inflasi diperkirakan masih akan stabil rendah hingga akhir
tahun meskipun secara musiman permintaan naik pada akhir tahun, namun tekanan kenaikan tidak akan terlalu besar.

Bahana memperkirakan inflasi pada akhir 2016 sebesar 3,3 persen, mendekati batas bawah perkiraan Bank Indonesia sekitar tiga persen hingga lima persen sepanjang 2016.

Pada September inflasi tercatat sebesar 3,07 persen, terkendalinya inflasi membuka ruang bagi Bank Indonesia untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter kedepannya.

"Saat ini adalah masa-masa pelonggaran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kami memperkirakan BI masih punya ruang memangkas suku bunga sampai pada tahun 2017," tutur Fakhrul.

Bank Indonesia bulan lalu memotong BI 7-day repo rate sebesar 25 basis poin menjadi lima persen demi mendorong pertumbuhan ekonomi ditengah-tengah inflasi dan nilai tukar yang stabil.

Bank sentral memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini berada pada kisaran 4,9 persen hingga 5,3 persen.

"Indonesia saat ini membutuhkan kejutan data-data perekonomian yang positif karena sebenarnya secara fundamental ekonomi kita membaik, kita perlu suku bunga rendah untuk mendorong daya beli masyarakat," tandas Fakhrul. ( bisniskeuangan.kompas.com )

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Disclaimer: Semua informasi yang terdapat dalam blogspot kami ini hanya bersifat informasi saja. Kami berusaha menyajikan berita terbaik, namun demikian kami tidak menjamin keakuratan dan kelengkapan dari semua informasi atau analisa yang tersedia. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari blogspot kami ini. Kami berhak mengatur dan menyunting isi saran atau tanggapan dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menolak isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras.