RIFAN FINANCINDO - Harga minyak merosot pada perdagangan selasa ke level
terendah dalam satu bulan terakhir. Investor mempertanyakan realisasi
kesepakatan OPEC untuk memangkas produksi mulai awal 2017.
Mengutip Wall Street Journal, Rabu (11/1/2017), harga minyak
mentah jenis light sweet untuk pengiriman Februari turun US$ 1,14 atau 2,2
persen ke level US$ 50,82 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sedangkan harga minyak mentah Brent, yang merupakan patokan
global, kehilangan US$ 1,30 atau 2,4 persen ke level US$ 53,64 per barel di ICE
Futures Europe. Harga minyak light sweet dan Brent telah turun sekitar 6 persen
hanya dalam dua sesi perdagangan.
Wall Street Journal mencatat bahwa Libya tidak ikut dalam
kesepakatan OPEC untuk memotong produksi. Negara tersebut telah memproduksi
minyak mentah lebih dari tiga kali lipat dari biasanya dalam enam bulan
terakhir.
Sedangkan data beberapa hari terakhir juga menunjukkan Iran
dan Irak mengalami pertumbuhan ekspor minyak. Hal tersebut membuat para
investor gugup apakah memang kesepakatan yang telah dibuat pada November 2016
kemarin bisa dijalankan dengan benar.
Beberapa investor melihat bahwa kesepakatan OPEC belum bisa
mengurangi kelebihan pasokan yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir. Perlu
kebijakan yang lebih besar untuk bisa menanggulangi penurunan harga miyak yang
telah terjadi dalam dua tahun terakhir.
Untuk diketahui, anggota OPEC dan juga beberapa negara
eksportir minyak di luar OPEC sepakat untuk memangkas produksi hampir 1,8 juta
barel per hari atau lebih dari 1 persen jumlah pasokan global.
Namun ada beberapa negara yang mendapat pengecualian. Negara
tersebut adalah Libya dan Iran. Hal tersebut mengingat adanya konflik sipil di
negara tersebut dan juga karena pertimbangan ekonomi.
Sedangkan Irak diperbolehkan untuk mengurangi produksi dalam
jumlah yang lebih kecil jika dibandingkan dengan beberapa negara lain.
"Ternyata dengan kesepakatan tersebut, produksi masih
tetap banyak," jelas Anggota Tyche Capital Advisors LLC, Tariq Zahir.
Semua pemotongan produksi tersebut ternyata dapat digantikan dengan produksi
dari Libya.
( bisnis.liputan6.com )
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.