RIFANFINANCINDO - Laju rupiah di awal pekan diperkirakan masih terdapat ruang untuk penguatan, mengingat ada sejumlah sentimen positif untuk mendukung penguatan mata uang Garuda. Harapannya masih sama dimana laju rupiah diharapkan dapat kembali melanjutkan pergerakan positifnya, terutama untuk keluar dari tren sideways nya.
"Mulai dari berkurangnya risiko ketidakpastian dari The Fed, rencana rilis peraturan NCD dari BI yang berimbas pada penguatan rupiah, optimisnya BI dalam menstabilkan laju rupiah, mulai stabilnya harga minyak dunia, dan lainnya," ujar Analis Senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, Senin (20/3/2017).
Diperkirakan dia, rupiah akan bergerak dengan kisaran di level support Rp13.360/USD dan resisten Rp13.300/USD. Sementara, masih adanya imbas pertemuan The Fed alias Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang menaikan tingkat suku bunga acuannya telah membuat pergerakan USD kembali melanjutkan penurunannya sehingga laju rupiah dapat memanfaatkannya untuk dapat bergerak positif.
Seperti diketahui, sebelumnya The Fed memutuskan untuk menaikkan kisaran target suku bunga federal funds sebesar 25 bps menjadi 0,75-1,0%. Proyeksi The Fed yang diperbarui menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan memperkirakan suku bunga akan naik menjadi sekitar 1,4% pada akhir 2017.
Kondisi ini tidak berubah dari perkiraan semula dimana menyiratkan dua kenaikan suku bunga lagi pada tahun ini. "Berkurangnya risiko ketidakpastian membuat demand terhadap USD berkurang dan berimbas pada terdepresiasinya USD," pungkasnya.
"Mulai dari berkurangnya risiko ketidakpastian dari The Fed, rencana rilis peraturan NCD dari BI yang berimbas pada penguatan rupiah, optimisnya BI dalam menstabilkan laju rupiah, mulai stabilnya harga minyak dunia, dan lainnya," ujar Analis Senior Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta, Senin (20/3/2017).
Diperkirakan dia, rupiah akan bergerak dengan kisaran di level support Rp13.360/USD dan resisten Rp13.300/USD. Sementara, masih adanya imbas pertemuan The Fed alias Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang menaikan tingkat suku bunga acuannya telah membuat pergerakan USD kembali melanjutkan penurunannya sehingga laju rupiah dapat memanfaatkannya untuk dapat bergerak positif.
Seperti diketahui, sebelumnya The Fed memutuskan untuk menaikkan kisaran target suku bunga federal funds sebesar 25 bps menjadi 0,75-1,0%. Proyeksi The Fed yang diperbarui menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan memperkirakan suku bunga akan naik menjadi sekitar 1,4% pada akhir 2017.
Kondisi ini tidak berubah dari perkiraan semula dimana menyiratkan dua kenaikan suku bunga lagi pada tahun ini. "Berkurangnya risiko ketidakpastian membuat demand terhadap USD berkurang dan berimbas pada terdepresiasinya USD," pungkasnya.
IHSG Diperkirakan Bergerak Tertekan Usai Cetak Rekor
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini di awal pekan, diperkirakan akan bergerak sedikit tertekan pada range pergerakan 5.446-5.550. Analis Reliance Securities Lanjar Nafi menerangkan bursa saham Tanah Air secara teknikal membentuk pola candlestick northern star yang bertepatan pada resistance channeling dari uptrendnya.
"Indikator Stochstic yang mencapai area overbought dengan peluang dead-cross yang menghantui dan RSI yang terlihat seakan reversal pada oscillator yang cukup tinggi menjadi indikator negatif pergerakan IHSG di awal pekan depan," ujarnya di Jakarta, Senin (20/3/2017).
Sentimen pada pekan ini yang menjadi fokus investor diantaranya Indeks harga produksi Eropa. Beberapa data tingkat kemampuan kosumen di Inggris, Pertemuan BOJ dalam keputusan kebijakan moneter, tingkat kepercayaan konsumen dan survey kinerja sektor manufaktur di Jepang dan Eropa.
Melihat minimnya sentimen yang mempengaruhi pasar pekan ini, pergerakan komoditas dan nilai tukar akan menjadi trigger. Mayoritas pergerakan bursa Global sudah cukup overbought pasca Fed Rate momentum. "Sehingga peluang kehilangan momentum dan terkoreksinya overreactions akan menjadi penekan pergerakan bursa Global," pungkasnya.
Sementara itu pada akhir pekan kemarin, IHSG menguat dengan mencetak rekor tertinggi, mengalahkan pencapaian tertinggi pada 7 April 2015 di level 5.523,29. IHSG pada perdagangan sore, Jumat (17/3) menguat 22,19 poin atau 0,40% ke level 5.540,43. Kondisi ini terjadi bursa saham Asia ditutup mixed.
"Indikator Stochstic yang mencapai area overbought dengan peluang dead-cross yang menghantui dan RSI yang terlihat seakan reversal pada oscillator yang cukup tinggi menjadi indikator negatif pergerakan IHSG di awal pekan depan," ujarnya di Jakarta, Senin (20/3/2017).
Sentimen pada pekan ini yang menjadi fokus investor diantaranya Indeks harga produksi Eropa. Beberapa data tingkat kemampuan kosumen di Inggris, Pertemuan BOJ dalam keputusan kebijakan moneter, tingkat kepercayaan konsumen dan survey kinerja sektor manufaktur di Jepang dan Eropa.
Melihat minimnya sentimen yang mempengaruhi pasar pekan ini, pergerakan komoditas dan nilai tukar akan menjadi trigger. Mayoritas pergerakan bursa Global sudah cukup overbought pasca Fed Rate momentum. "Sehingga peluang kehilangan momentum dan terkoreksinya overreactions akan menjadi penekan pergerakan bursa Global," pungkasnya.
Sementara itu pada akhir pekan kemarin, IHSG menguat dengan mencetak rekor tertinggi, mengalahkan pencapaian tertinggi pada 7 April 2015 di level 5.523,29. IHSG pada perdagangan sore, Jumat (17/3) menguat 22,19 poin atau 0,40% ke level 5.540,43. Kondisi ini terjadi bursa saham Asia ditutup mixed.
Sumber : sindonews.com
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.