RIFANFINANCINDO - Bank Indonesia (BI) menyiapkan strategi menghadapi rencana kenaikan suku bunga The Fed pada Maret 2017. Semakin kuatnya sinyal kenaikan suku bunga AS dikhawatirkan membuat gejolak di pasar keuangan RI. Gubernur BI Agus Martowardojo bilang, kemungkinan penyesuaian bunga The Fed dari hasil Federal Open Market Committee (FOMC) mencapai 90%. Hal ini perlu diwaspadai.
Untuk menjaga nilai tukar rupiah mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, menurut Agus, BI tidak akan ragu melakukan intervensi pasar. Bukan mencapai satu nilai tukar tertentu tetapi volatilitas yang mesti dijaga, katanya, Senin (6/3).
Untuk menjaga rupiah, BI akan menggunakan dua intervensi, yaitu pasar rupiah dan menggunakan SBN Kalau diperlukan (buyback di pasar SBN), ucapnya. Namun dia yakin sektor keuangan masih baik, sebab pelaku pasar sudah priced in dengan mengantisipasi rencana kenaikan suku bunga AS di Maret ini.
Kinerja makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan Indonesia juga membuat dampaknya kenaikan suku bunga The Fed tidak besar. Stabilitas ekonomi ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca pembayaran, defisit transaksi berjalan yang terjaga. Agus yakin, risiko capital reversal atau pelarian modal tidak akan terjadi.
Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution juga yakin Indonesia tidak akan merasakan dampak besar dari kenaikan suku bunga The Fed. "Dampaknya ada, tapi tidak terlalu besar, paling hanya beberapa hari, lalu tenang lagi," katanya.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede bilang, peluang kenaikan suku bunga Fed pada Maret ini sekitar 96%. "Efeknya bisa ke emerging market termasuk rupiah dan pasar keuangan kita," katanya. Walau kondisi fundamental ekonomi Indonesia makin kuat, antisipasi perlu disiapkan pemerintah dan BI.
Antara lain, penguatan cadangan devisa dan protokol penanganan krisis di pasar keuangan. Dengan langkah itu, rupiah diperkirakan akan cenderung stabil walau ada kenaikan suku bunga AS.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan juga yakin, investor masih berminat menanamkan uangnya di Indonesia sehingga aliran modal asing tetap masuk. Hitungan Anton, jika suku bunga AS naik hingga 150 basis points (bps) sepanjang tahun ini, masih ada selisih 3,25% dari suku bunga BI 7-day reverse repo rate. Imbal hasil (yield) yang ditawarkan pemerintah juga masih menarik sekitar 7%-8%, lebih tinggi dibanding US Treasury bertenor 10% yang hanya 2%.
Anton memperkirakan, nilai tukar rupiah bisa ditahan di level Rp 13.400 per dollar AS. "Kecuali kalau The Fed naik sampai 2% (empat kali) dan US Treasury ke 3%, itu bisa menekan rupiah ke Rp 13.800 per dolar AS," ujarnya.
Untuk menjaga nilai tukar rupiah mencerminkan fundamental ekonomi Indonesia, menurut Agus, BI tidak akan ragu melakukan intervensi pasar. Bukan mencapai satu nilai tukar tertentu tetapi volatilitas yang mesti dijaga, katanya, Senin (6/3).
Untuk menjaga rupiah, BI akan menggunakan dua intervensi, yaitu pasar rupiah dan menggunakan SBN Kalau diperlukan (buyback di pasar SBN), ucapnya. Namun dia yakin sektor keuangan masih baik, sebab pelaku pasar sudah priced in dengan mengantisipasi rencana kenaikan suku bunga AS di Maret ini.
Kinerja makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan Indonesia juga membuat dampaknya kenaikan suku bunga The Fed tidak besar. Stabilitas ekonomi ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi, inflasi, neraca pembayaran, defisit transaksi berjalan yang terjaga. Agus yakin, risiko capital reversal atau pelarian modal tidak akan terjadi.
Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution juga yakin Indonesia tidak akan merasakan dampak besar dari kenaikan suku bunga The Fed. "Dampaknya ada, tapi tidak terlalu besar, paling hanya beberapa hari, lalu tenang lagi," katanya.
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede bilang, peluang kenaikan suku bunga Fed pada Maret ini sekitar 96%. "Efeknya bisa ke emerging market termasuk rupiah dan pasar keuangan kita," katanya. Walau kondisi fundamental ekonomi Indonesia makin kuat, antisipasi perlu disiapkan pemerintah dan BI.
Antara lain, penguatan cadangan devisa dan protokol penanganan krisis di pasar keuangan. Dengan langkah itu, rupiah diperkirakan akan cenderung stabil walau ada kenaikan suku bunga AS.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan juga yakin, investor masih berminat menanamkan uangnya di Indonesia sehingga aliran modal asing tetap masuk. Hitungan Anton, jika suku bunga AS naik hingga 150 basis points (bps) sepanjang tahun ini, masih ada selisih 3,25% dari suku bunga BI 7-day reverse repo rate. Imbal hasil (yield) yang ditawarkan pemerintah juga masih menarik sekitar 7%-8%, lebih tinggi dibanding US Treasury bertenor 10% yang hanya 2%.
Anton memperkirakan, nilai tukar rupiah bisa ditahan di level Rp 13.400 per dollar AS. "Kecuali kalau The Fed naik sampai 2% (empat kali) dan US Treasury ke 3%, itu bisa menekan rupiah ke Rp 13.800 per dolar AS," ujarnya.
( kontan.co.id )
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.