Rabu, 26 Juli 2017

Arab Saudi Kurangi Ekspor, Harga Minyak Melonjak 3 Persen

RIFAN FINANCINDO -  Harga minyak naik 3,3 persen pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta) dan mencetak penutupan tertinggi dalam satu bulan. Harga minyak melonjak usai perusahaan minyak AS Anadarko mengumumkan akan mengurangi belanja modal dan Arab Saudi berjanji untuk menahan ekspor minyak mentah untuk membantu mengurangi kelebihan pasokan global.

Mengutip Reuters, Rabu (26/7/2017), harga minyak Brent berjangka naik US$ 1,60 atau 3,3 persen dan menetap di US$ 50,20 per barel, pertama kalinya patokan harga minyak dunia ini ditutup di atas US$ 50 sejak 6 Juni.

Sedangkan kontrak berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$ 1,55 atau 3,3 persen dan menetap di US$ 47,89 per barel. Penutupan tertinggi untuk patokan tersebut Sejak awal Juni.

Manajer Investasi U.S. Bank kata Mark Watkins menjelaskan, penurunan harga minyak beberapa waktu ini membuat perusahaan-perusahaan pengeboran mengurangi kegiatan. "Perusahaan tidak mengebor secepat yang dilakukan pada awal 2017," jelas dia.

Langkah tersebut dilakukan karena memang dalam beberapa bulan terakhir harga minyak terus menerus berada di kisaran US$ 40 per barel. Harga tersebut tidak menguntungkan bagi para perusahaan pengeboran minyak.

Salah satu perusahaan pengeboran yang kinerjanya tertekan karena penurunan harga minyak adalah Anadarko Petroleum Corp. Pada Senin kemarin perusahaan tersebut mengumumkan kinerja semester pertama yang mengalami kerugian dan berencana untuk memotong anggaran modal pada 2017 sebesar US$ 300 juta. Anadarko menjadi produsen pertama di AS yang melakukan hal tersebut.

Selain itu, pendorong lain kenaikan harga minyak adalah hasil pertemuan organisasi negara pengekspor minyak atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan beberapa negara non-OPEC di St Petersburg, Rusia.

Dalam pertemuan tersebut Menteri Eneri Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan bahwa negaranya akan membatasi ekspor minyak mentah menjadi 6,6 juta barel per hari pada bulan Agustus. Angka tersebut turun hampir 1 juta barel per hari dari tahun sebelumnya.

Dalam pertemuan tersebut Nigeria juga akhirnya setuju untuk bergabung dengan kesepakatan pengurangan produksi minyak dengan membatasi atau memotong hasil produksi minyak.

Kinerja Emiten Positif Antar Wall Street Cetak Rekor

Wall Street bergerak menguat pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong bursa Amerika Serikat (AS) ke zona positif tersebut adalah kinerja dari beberapa emiten yang di atas perkiraan.

Mengutip Reuters, Rabu (26/7/2017), Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 100,26 poin atau 0,47 persen menjadi 21.613,43. S&P 500 menguat 7,17 poin atau 0,29 persen menjadi 2.477,08. Sedangkan Nasdaq Composite menambahkan 1,37 poin atau 0,02 persen menjadi 6.412,17.

Pendorong kenaikan Wall Street adalah laporan kinerja dari beberapa emiten di semester pertama ini yang positif. Bahkan, ada beberapa perusahaan yang realisasi pendapatannya mengalahkan perkiraan dari para analis.

Beberapa diantaranya adalah Caterpillar Inc dan McDonald's Corp yang. Selain itu, saham-saham di sektor keuangan terutama industri perbankan juga naik cukup signifikan sehingga mendorong bursa saham AS ke zona positif.

S&P 500 ditutup mencetak rekor tertinggi. Nasdaq pun juga membukukan hal yang sama meskipun saham Alphabet Inc yang merupakan induk usaha dari Google membukukan penurunan karena biaya operasional perusahaan menunjukkan kenaikan.

Sentimen lain yang mempengaruhi gerak Wall Street adalah kebijakan Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed). Saat ini otoritas moneter AS tersebut sedang melakukan rapat selama dua hari untuk melihat kebijakan suku bunga.

Pelaku pasar melihat bahwa the Fed akan sangat berhati-hati dalam mengambil keputusan karena melihat tekanan inflasi sehingga belum memperlihatkan angka pertumbuhan ekonomi yang cukup naik.

Selain itu, investor juga melihat yang terjadi di Senat AS dimana para senator sedang membahas mengenai reformasi Undang-Undang Kesehatan dengan mengubah kebijakan Obamacare.

"Ada kekhawatiran dari pelaku pasar bahwa situasi politik ini tidak berdampak positif terhadap kinerja pasar modal," jelas Kepala Investasi Commonwealth Financial, Waltham, Massachusetts, AS, Brad McMillan.

Di pasar kommoditas, harga minyak AS melonjak 3,3 persen dan menetap d US$ 47,89 per barel setelah perusahaan pengolahan minyak Annamarko mengatakan akan memotong produksi dan juga Arab Saudi berjanji untuk mengurangi ekspor. 

Sumber : liputan6.com

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Disclaimer: Semua informasi yang terdapat dalam blogspot kami ini hanya bersifat informasi saja. Kami berusaha menyajikan berita terbaik, namun demikian kami tidak menjamin keakuratan dan kelengkapan dari semua informasi atau analisa yang tersedia. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari blogspot kami ini. Kami berhak mengatur dan menyunting isi saran atau tanggapan dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menolak isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras.