Jumat, 07 Juli 2017

Nilai Dagang Beras Sampai Rp500 Triliun, Kasus Pangan Marak

RIFAN FINANCINDO - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan terdapat banyak kasus terkait peredaran komoditas beras karena merupakan bahan pangan yang paling banyak beredar dengan nilai perdagangan jumbo.

Tito menyatakan, tim Satuan Tugas (Satgas) Pangan sebelumnya telah melakukan pemantauan dan penindakan selama Ramadan. Saat ini, ia menilai masalah distribusi dan harga bahan pangan pokok saat ini sudah relatif stabil.

"Mengenai masalah sembako, pantauan kami relatif stabil. Mungkin ada beberapa tempat yang terjadi kenaikan, itu biasanya ulah spekulan," ujarnya, Kamis (6/7).

Namun, ia menyampaikan bahwa keputusan Satgas Pangan untuk bergerak terus atau berhenti berada di tangan Menteri Pertanian. Pasalnya Menteri Pertanian dinilai bertanggung jawab untuk masalah stabilitas.

"Jadi kalau Mentan minta lanjut, kami lanjut. Kalau Mentan bilang sudah aman, kami aman. Tapi saya sudah sampaikan dalam rilis kemarin bahwa kami akan lanjut untuk semua bahan pokok, tapi kami fokus pada satu masalah beras," jelas Tito.

Untuk diketahui, Satgas Pangan adalah tim yang dibentuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bersama Kementerian Pertanian, Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog), dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) jelang Ramadan 1438 Hijriah lalu.

Hasilnya, terdapat 212 kasus yang sudah ditindak se-Indonesia oleh kepolisian dari tingkat pusat, daerah, hingga resor. Hampir berbagai macam komoditas mulai dari bawang putih, cabai, beras.

Dia menjelaskan, sebanyak 212 kasus itu terbagi menjadi dua yakni 105 kasus terkait bahan kebutuhan pokok, sedangkan sisanya merupakan kasus bahan kebutuhan nonpokok. Kasus kebutuhan pokok paling banyak berasal dari komoditas beras.

"Kenapa beras? Karena itu komoditas yang paling mahal dan paling banyak beredar. Hampir Rp500 triliun per tahun itu uang beredar untuk beras. Nomor dua, minyak goreng, nomor tiga jagung," jelasnya.

Sebelumnya Tito menyatakan, petani yang berjumlah 56 juta orang hanya mendapat keuntungan sebesar Rp60 triliun. Sementara di tingkat pedagang yang hanya berjumlah 400 ribu orang meraup keuntungan sampai Rp 133 triliun.

"Itu (keuntungan) dua kali lipat. Nah ini kami melihat terjadi ketidakseimbangan," kata Tito.

Selain masalah ketimpangan keuntungan, tambah dia, kepolisian juga akan membantu pengawasan di jalur distribusi sehingga mafia-mafia beras tidak menimbun atau memainkan harga beras. Bahkan kepolisian dan pihak terkait akan membahas masalah beras dan mengevaluasinya dalam dua pekan sekali.   

( cnnindonesia.com )        

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Disclaimer: Semua informasi yang terdapat dalam blogspot kami ini hanya bersifat informasi saja. Kami berusaha menyajikan berita terbaik, namun demikian kami tidak menjamin keakuratan dan kelengkapan dari semua informasi atau analisa yang tersedia. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari blogspot kami ini. Kami berhak mengatur dan menyunting isi saran atau tanggapan dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menolak isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras.