RIFANFINANCINDO - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan akan bergantung pada pergerakan harga komoditas di perdagangan hari ini, Selasa (1/8).
Kepala Riset First Asia Capital David Sutyanto menjelaskan, harga komoditas mulai berbalik arah positif pada perdagangan kemarin. Ia mencontohkan, harga minyak mentah tadi malam menguat 0,93 persen ke level US$50,17 per barel. Sementara itu, harga nikel menguat sebesar 9 persen sepanjang Juli kemarin.
"Kemudian sentimen pasar juga akan digerakan oleh sejumlah pencapaian emiten semester I 2017 dan data inflasi Juli," terang David dalam risetnya, dikutip Selasa (1/8).
Di samping itu, pasar saham di Asia sendiri tengah menanti sejumlah data ekonomi, berupa aktivitas manufaktur China versi Caixin, yang diperkirakan berada di level 50,5. Angka itu naik dari bulan Juni di 50,4 dan menandakan perekonomian China bergerak ekspansif.
"IHSG akan kembali menguji resistance di kisaran 5.850 hingga 5.870 dengan support di 5.800," sambungnya.
Sementara itu, analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menilai, IHSG masih berpeluang untuk melanjutkan penguatannya ditopang oleh aksi beli pelaku pasar.
"Laju IHSG diperkirakan masih akan kembali menguji posisi kenaikannya untuk dapat melewati area tengah (mid) bollinger band," kata Reza dalam risetnya.
Kendati demikian, ia mengigatkan agar pelaku pasar tetap mencermati setiap sentimen yang ada untuk mewaspadai indeks berbalik arah negatif. Menurutnya, IHSG akan bergerak menuju resistance 5.853 hingga 5.866.
Sebagai informasi, IHSG kemarin ditutup menguat 9,91 poin (0,17 persen) ke level 5.840 setelah bergerak di antara 5.816-5.847. Sementara itu, rupiah ditutup melemah 1 poin (0,01 persen) di Rp13.325 per dolar AS.
Kepala Riset First Asia Capital David Sutyanto menjelaskan, harga komoditas mulai berbalik arah positif pada perdagangan kemarin. Ia mencontohkan, harga minyak mentah tadi malam menguat 0,93 persen ke level US$50,17 per barel. Sementara itu, harga nikel menguat sebesar 9 persen sepanjang Juli kemarin.
"Kemudian sentimen pasar juga akan digerakan oleh sejumlah pencapaian emiten semester I 2017 dan data inflasi Juli," terang David dalam risetnya, dikutip Selasa (1/8).
Di samping itu, pasar saham di Asia sendiri tengah menanti sejumlah data ekonomi, berupa aktivitas manufaktur China versi Caixin, yang diperkirakan berada di level 50,5. Angka itu naik dari bulan Juni di 50,4 dan menandakan perekonomian China bergerak ekspansif.
"IHSG akan kembali menguji resistance di kisaran 5.850 hingga 5.870 dengan support di 5.800," sambungnya.
Sementara itu, analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada menilai, IHSG masih berpeluang untuk melanjutkan penguatannya ditopang oleh aksi beli pelaku pasar.
"Laju IHSG diperkirakan masih akan kembali menguji posisi kenaikannya untuk dapat melewati area tengah (mid) bollinger band," kata Reza dalam risetnya.
Kendati demikian, ia mengigatkan agar pelaku pasar tetap mencermati setiap sentimen yang ada untuk mewaspadai indeks berbalik arah negatif. Menurutnya, IHSG akan bergerak menuju resistance 5.853 hingga 5.866.
Sebagai informasi, IHSG kemarin ditutup menguat 9,91 poin (0,17 persen) ke level 5.840 setelah bergerak di antara 5.816-5.847. Sementara itu, rupiah ditutup melemah 1 poin (0,01 persen) di Rp13.325 per dolar AS.
Uang Beredar Tembus Rp5.278 Triliun Selama Ramadan Lalu
Bank Indonesia (BI) melansir kebutuhan masyarakat terhadap uang meningkat selama bulan Juni 2017. Pada bulan tersebut, kebutuhan masyarakat atas uang kartal meningkat untuk mememenuhi kebutuhan selama Ramadan dan libur Idul Fitri.
Berdasarkan data uang beredar yang dirilis bank sentral, Senin (31/7), pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) meningkat 11,4 persen (year on year/yoy) menjadi Rp5.278,9 triliun. Posisi tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan Mei sebelumnya yang hanya tumbuh 11,1 persen yoy.
Menurut BI, peningkatan pertumbuhan M2 juga terutama disebabkan oleh ekspansi operasi keuangan Pemerintah Pusat berupa pencairan Tunjangan Hari Raya (THR). Ekspansi operasi keuangan Pempus ini tercermin dari turunnya simpanan pemerintah di BI dan perbankan yang melambat menjadi 20,8 persen dari sebelumnya yang mencapai 35,5 persen.
Sejalan dengan hal itu, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan pada bulan Juni justru mengalami perlambatan.
BI mencatat penyaluran kredit perbankan hanya mencapai Rp4.518,1 triliun atau tumbuh 7,6 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 8,6 persen (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan kredit perbankan terjadi pada jenis Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI).
Pertumbuhan yang lebih rendah tersebut terutama disebabkan oleh kredit yang disalurkan kepada sektor perdagangan, hotel dan restauran dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan.
Sementara itu, suku bunga kredit menurun sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan berjangka. Pada Juni 2017, rata-rata suku bunga kredit tercatat 11,77 persen, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 11,83 persen.
Demikian halnya dengan suku bunga simpanan dengan tenor satu, enam, 12 dan 24 bulan yang masing-masing tercatat sebesar 6,30 persen, 6,95 persen, 7,05 persen dan 6,95 persen, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 6,37 persen, 7,03 persen, 7,11 persen dan 6,97 persen. Di sisi lain, suku bunga simpanan dengan tenor 3 bulan masih stabil berada di 6,62 persen.
Berdasarkan data uang beredar yang dirilis bank sentral, Senin (31/7), pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) meningkat 11,4 persen (year on year/yoy) menjadi Rp5.278,9 triliun. Posisi tersebut juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan bulan Mei sebelumnya yang hanya tumbuh 11,1 persen yoy.
Menurut BI, peningkatan pertumbuhan M2 juga terutama disebabkan oleh ekspansi operasi keuangan Pemerintah Pusat berupa pencairan Tunjangan Hari Raya (THR). Ekspansi operasi keuangan Pempus ini tercermin dari turunnya simpanan pemerintah di BI dan perbankan yang melambat menjadi 20,8 persen dari sebelumnya yang mencapai 35,5 persen.
Sejalan dengan hal itu, pertumbuhan kredit yang disalurkan perbankan pada bulan Juni justru mengalami perlambatan.
BI mencatat penyaluran kredit perbankan hanya mencapai Rp4.518,1 triliun atau tumbuh 7,6 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 8,6 persen (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan, perlambatan kredit perbankan terjadi pada jenis Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI).
Pertumbuhan yang lebih rendah tersebut terutama disebabkan oleh kredit yang disalurkan kepada sektor perdagangan, hotel dan restauran dan sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan.
Sementara itu, suku bunga kredit menurun sejalan dengan penurunan suku bunga simpanan berjangka. Pada Juni 2017, rata-rata suku bunga kredit tercatat 11,77 persen, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 11,83 persen.
Demikian halnya dengan suku bunga simpanan dengan tenor satu, enam, 12 dan 24 bulan yang masing-masing tercatat sebesar 6,30 persen, 6,95 persen, 7,05 persen dan 6,95 persen, turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 6,37 persen, 7,03 persen, 7,11 persen dan 6,97 persen. Di sisi lain, suku bunga simpanan dengan tenor 3 bulan masih stabil berada di 6,62 persen.
Sumber : cnnindonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.