RIFANFINANCINDO - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menilai Gerakan Nasional Nontunai hanya menguntungkan bisnis perbankan dan mencederai hak konsumen.
Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat berpendapat, Gerakan Nasional Nontunai akan menyebabkan dana masyarakat mengendap hingga triliunan rupiah, dan hanya menguntungkan perusahaan perbankan.
Hal itu tercermin dari pemberlakukan pembayaran nontunai melalui Gardu Tol Otomatis (GTO) di sejumlah ruas tol.
"Sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) berimbas pada pemberlakuan GTO yang akan dipaksakan oleh Bank Indonesia dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk pada Oktober 2017," ujar Mirah dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin (18/9).
Ketika masyarakat menggunakan alat pembayaran tarif jalan tol elektronik (e-toll), kerugian pertama adalah dari potongan uang kartu sebesar Rp10.000 - Rp20.000. Pengguna jalan sudah dipaksa setor ke bank atas nama biaya kartu.
Kerugian kedua, pengguna jalan juga terpaksa harus mengendapkan dananya di dalam kartu pembayaran, meski tak setiap menggunakan ruas tol. Jika diakumulasi, ada triliunan rupiah dana mengendap milik para pengguna jalan.
"Kerugian ketiga, potensi triliunan rupiah yang akan digarap bank dari selisih saldo minimal dengan tarif tol terendah," tutur dia.
Dijelaskan lebih lanjut, tarif terendah adalah Rp10.000. Jadi, ketika saldo yang ada kurang dari Rp10.000, dipastikan sisa saldo itu tak pernah bisa dimanfaatkan oleh pemilik kartu dan akan menjadi milik bank.
Kerugian terakhir, lanjut dia, masyarakat dibebani biaya administrasi setiap isi ulang saldo e-toll dengan dalih bank ingin belanja mesin nontunai.
Mirah juga mengingatkan, GNNT akan menyasar pada transaksi kebutuhan dasar masyarakat yang lainnya seperti, pembelian bahan bakar minyak (BBM). Seperti diketahui, PT Pertamina juga akan mewajibkan pembelian BBM hanya dengan nontunai.
Asosiasi itu juga mempertanyakan perlindungan hak konsumen jika kewajiban transaksi nontunai disertai biaya-biaya. ( cnnindonesia.com )
Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat berpendapat, Gerakan Nasional Nontunai akan menyebabkan dana masyarakat mengendap hingga triliunan rupiah, dan hanya menguntungkan perusahaan perbankan.
Hal itu tercermin dari pemberlakukan pembayaran nontunai melalui Gardu Tol Otomatis (GTO) di sejumlah ruas tol.
"Sosialisasi Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) berimbas pada pemberlakuan GTO yang akan dipaksakan oleh Bank Indonesia dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk pada Oktober 2017," ujar Mirah dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Senin (18/9).
Ketika masyarakat menggunakan alat pembayaran tarif jalan tol elektronik (e-toll), kerugian pertama adalah dari potongan uang kartu sebesar Rp10.000 - Rp20.000. Pengguna jalan sudah dipaksa setor ke bank atas nama biaya kartu.
Kerugian kedua, pengguna jalan juga terpaksa harus mengendapkan dananya di dalam kartu pembayaran, meski tak setiap menggunakan ruas tol. Jika diakumulasi, ada triliunan rupiah dana mengendap milik para pengguna jalan.
"Kerugian ketiga, potensi triliunan rupiah yang akan digarap bank dari selisih saldo minimal dengan tarif tol terendah," tutur dia.
Dijelaskan lebih lanjut, tarif terendah adalah Rp10.000. Jadi, ketika saldo yang ada kurang dari Rp10.000, dipastikan sisa saldo itu tak pernah bisa dimanfaatkan oleh pemilik kartu dan akan menjadi milik bank.
Kerugian terakhir, lanjut dia, masyarakat dibebani biaya administrasi setiap isi ulang saldo e-toll dengan dalih bank ingin belanja mesin nontunai.
Mirah juga mengingatkan, GNNT akan menyasar pada transaksi kebutuhan dasar masyarakat yang lainnya seperti, pembelian bahan bakar minyak (BBM). Seperti diketahui, PT Pertamina juga akan mewajibkan pembelian BBM hanya dengan nontunai.
Asosiasi itu juga mempertanyakan perlindungan hak konsumen jika kewajiban transaksi nontunai disertai biaya-biaya. ( cnnindonesia.com )
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.