Selasa, 05 September 2017

Pemerintah Harus Kelola Utang dengan Hati-Hati dan Produktif

PT RIFAN FINANCINDO - Komisi XI DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati terkait evaluasi pengelolaan utang negara. Utang pemerintah saat ini tercatat sebesar Rp3.706,52 triliun pada akhir Juni 2017, atau meningkat Rp34,9 triliun dari bulan sebelumnya.

Jika dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam APBN Perubahan 2017 sebesar 3.717 triliun, rasio utang pemerintah hingga Juni 2017 sebesar 27,02% dari PDB.

Hingga akhir tahun ini pemerintah menargetkan rasio utang pemerintah pusat sebesar 28,1% terhadap PDB. Sementara itu, batas aman utang pemerintah yang diperbolehkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sebesar 60% dari PDB.

Pada raker tersebut, anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyatakan belum adanya strategi pengelolaan utang sebagaimana paparan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. “Saya belum melihat strategi pengelolaan utang.  Menurut saya ini bukan strategi utang tapi strategi mengelola APBN,” tegas Misbakhun di Gedung Parlemen Senayan, Senin (4/9/2017).

Misbakhun juga memberikan catatan paparan Menkeu Sri Mulyani yang kurang detail. “Sebenarnya saya ingin Ibu Sri Mulyani lebih detail. Strategi ke depan seperti apa?,” tanya politisi Golkar itu.

Misbakhun berpendapat bahwa Indonesia tidak bisa membandingkan utang negara Indonesia dengan Jepang atau negara maju lain dan masih ada risiko yang sangat besar walaupun porsi SUN dimiliki oleh 62% investor dalam negeri. Pasalnya, pembandingan utang yang digunakan oleh Menkeu hanya dengan negara-negara G20.

"Kenapa parameternya hanya PDB semata? Aset negara, cadangan devisa dengan negara-negara tersebut padahal sangat berbeda. Jepang dan Amerika tidak berbicara lagi mengenai PDB, tapi Gross National Product (GNP). Barulah kita berbicara mengenai quality pembangunan ekonomi kita. Jadi pembandingannya tidak sesuai," kata Misbakhun.

Misbakhun juga menekankan, meskipun Indonesia sudah memiliki investment grade dari pihak pemeringkat internasional, bukan berarti membuat ekonomi dan utang negara menjadi baik.

"Mengenai investment grade, walaupun kita mau berikan yield yang tinggi, kita masih dipandang oleh para pemegang investasi dalam posisi tawar yang lebih lemah. Kreativitas ini yang ingin kita butuhkan. Pemegang surat utang Indonesia adalah orang Indonesia tapi kita ada problem tentang likuiditas. Kita tidak ada uang untuk membayar merek,” ujar Misbakhun.

Misbakhun pun mewanti-wanti agar di sisa pemerintahan Presiden Jokowi lebih hati-hati dan produktif dalam mengelola utang negara. ( sindonews.com )

PT RIFAN FINANCINDO        RIFAN FINANCINDO           RIFANFINANCINDO

0 komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

 
Disclaimer: Semua informasi yang terdapat dalam blogspot kami ini hanya bersifat informasi saja. Kami berusaha menyajikan berita terbaik, namun demikian kami tidak menjamin keakuratan dan kelengkapan dari semua informasi atau analisa yang tersedia. Kami tidak bertanggung jawab terhadap semua kerugian baik langsung maupun tidak langsung yang dialami oleh pembaca atau pihak lain akibat menggunakan informasi dari blogspot kami ini. Kami berhak mengatur dan menyunting isi saran atau tanggapan dari pembaca atau pengguna agar tidak merugikan orang lain, lembaga, ataupun badan tertentu serta menolak isi berbau pornografi atau menyinggung sentimen suku, agama dan ras.